Subscribe:

Selasa, 31 Januari 2012

Tanya Jawab Bagaimana Hukum Bisnis MLM

Pertanyaan:
Saya ingin bertanya tentang usaha atau bisnis yang akhir-akhir ini sedang marak di masyarakat, yaitu MLM (Multi Level Marketing). Bagaimanakah hukumnya?

Jawaban:
Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.

Banyak sekali pertanyaan yang datang kepada Al-Lajnah ad-Da'imah Lil Buhut al-Ilmiyah wal Ifta' tentang aktivitas perusahaan-perusahaan pemarasan berpiramida (Multi Level Marketing), seperti Biznas. Yang inti dari aktivitas mereka adalah mengajak seseorang untuk membeli sebuah produk agar dia juga bisa mengajak orang lain untuk membeli produk tersebut, demikian seterusnya.
Setiap kali bertambah tingkatan anggota di bawahnya, maka orang yang pertama akan mendapatkan keuntungan besar yang bisa mencapai ribuan real. Dan setiap anggota yang dapat mengajak orang-orang setelah bergabung, maka ia akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar pula, selagi ia berhasil merekrut anggota-anggota baru setelah ke dalam daftar para anggota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau Multi Level Marketing (MLM).

Maka, Lajnah Da'imah menjawab, “Sesungguhnya, transaksi jenis ini adalah haram, karena tujuannya adalah komisi, bukan produk. Terkadang komisi itu bisa mencapai puluh ribu, padahal harga produk tidaklah sampai seratus. Orang yang berakal ketika dihadapkan di antara dua pilihan, niscaya ia akan memilih komisi. Karena itu, sandaran perusahaan-perusaan ini dalam mempromosikan produk-produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar yang mungkin didapatkan oleh anggota dan menjanjikan buat mereka keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil, yaitu harga produk. Maka, produk yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan ini sekadar label dan pengantar untuk mendapatkan keuntungan besar.

Jumat, 17 Juni 2011

Siapa Bilang Dosamu Tidak Terampuni?

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Allah Ta’ala berfirman, 'Wahai anak Adam! Seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa hampir sepenuh isi bumi lalu kamu menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku pun akan mendatangimu dengan ampunan sebesar itu pula.'” (HR. Tirmidzi, dan dia menghasankannya).

Hadits yang agung ini menyimpan banyak pelajaran berharga, di antaranya:

1. Tauhid merupakan syarat untuk bisa meraih ampunan Allah Ta’ala. Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata mengomentari hal ini, “Ini adalah syarat yang berat untuk bisa mendapatkan janji itu yaitu curahan ampunan. Syaratnya adalah harus bersih dari kesyirikan, banyak maupun sedikit. Sementara tidak ada yang bisa selamat/ bersih darinya kecuali orang yang diselamatkan oleh Allah Ta’ala. Itulah hati yang selamat sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala (yang artinya), 'Pada hari ketika tidak lagi bermanfaat harta dan keturunan, kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.'” (Fath al-Majid bi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 53-54)

Tauhid Uluhiyah: Kewajiban Pertama Seorang Manusia

Permasalahan tauhid sangat penting dalam pandangan Islam. Kesalahan dan penyimpangan dalam masalah ini sangat berbahaya, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama memberikan perhatian serius dalam permasalahan ini. Khususnya tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah yang langsung menjadi intisari peribadatan setiap manusia.

Oleh karena itu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang kewajiban pertama bagi hamba Allah adalah syahadatain yang berisi tauhid uluhiyah dan mutaba’ah, sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Sesungguhnya para salaf dan para imam sepakat memandang kewajiban pertama yang diperintahkan kepada hamba adalah syahadatain. Juga sepakat orang yang mengucapkan syahadatain sebelum baligh-nya tidak diperintahkan untuk memperbarui hal tersebut setelah (mencapai usia) baligh.” (Dar’u Ta’arudh al-Aqli wan-Naqli, 8/11)

Senin, 11 April 2011

Permusuhan Yahudi Terhadap Islam Dalam Sejarah

Permusuhan Yahudi terhadap Islam sudah terkenal dan ada sejak dahulu kala. Dimulai sejak dakwah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan mungkin juga sebelumnya bahkan sebelum kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan karena khawatir dari pengaruh dakwah islam yang akan menghancurkan impian dan rencana mereka. Namun dewasa ini banyak usaha menciptakan opini bahwa permusuhan yahudi dan islam hanyalah sekedar perebutan tanah dan perbatasan Palestina dan wilayah sekitarnya, bukan permasalahan agama dan sejarah kelam permusuhan yang mengakar dalam diri mereka terhadap agama yang mulia ini.


Padahal pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan eksistensi, bukan persengkataan perbatasan. Musuh-musuh islam dan para pengikutnya yang bodoh terus berupaya membentuk opini bahwa hakekat pertarungan dengan Yahudi adalah sebatas pertarungan memperebutkan wilayah, persoalan pengungsi dan persoalan air. Dan bahwa persengketaan ini bisa berakhir dengan (diciptakannya suasana) hidup berdampingan secara damai, saling tukar pengungsi, perbaikan tingkat hidup masing-masing, penempatan wilayah tinggal mereka secara terpisah-pisah dan mendirikan sebuah Negara sekuler kecil yang lemah dibawah tekanan ujung-ujung tombak zionisme, yang kesemua itu (justeru) menjadi pagar-pagar pengaman bagi Negara zionis. Mereka semua tidak mengerti bahwa pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan lama semenjak berdirinya Negara islam diMadinah dibawah kepemimpinan utusan Allah bagi alam semesta yaitu Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam

Demikianlah permusuhan dan usaha mereka merusak Islam sejak berdirinya Negara islam bahkan sejak Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hijrah ke Madinah sampai saat ini dan akan berlanjut terus. Walaupun tidak tertutup kemungkinan mereka punya usaha dan upaya memberantas islam sejak kelahiran beliau n . hal ini dapat dilihat dalam pernyataan pendeta Buhairoh terhadap Abu Thalib dalam perjalanan dagang bersama beliau diwaktu kecil. Allah Ta’ala telah jelas-jelas menerangkan permusuhan Yahudi dalam firmanNya:

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (Qs. 5:82)

Melihat demikian panjangnya sejarah dan banyaknya bentuk permusuhan Yahudi terhadap Islam dan Negara Islam, maka kami ringkas dalam 3 marhalah;

Kamis, 24 Maret 2011

Kejujuran: Harga Mati yang Harus Dipegang Para Pedagang


“… kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan, diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa…” (Al-Qadhi ‘Iyadh)

Pembaca mulia, apa yang dikatakan Al-Qadhi ‘Iyadh adalah fakta yang sering kita temui dalam keseharian hidup kita. Orang yang memulai bisnisnya dengan berdagang, akan sangat bernafsu memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Banyak cara yang dilakukannya untuk memuaskan ambisinya tersebut, mulai dengan menghancurkan aset kompetitor sampai meminta bantuan dukun. Namun, cara kotor sangat sering ditemui adalah berdusta.


Pembaca mulia, ketahuilah bahwa dalam Islam diajarkan bahwa kejujuran adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kejujuran harus senantiasa menjadi akhlak kita dalam setiap keadaan. Boleh jadi, sebagian pebisnis beranggapan bahwa sifat kejujuran hanya akan merugikan diri sendiri dan perusahaan yang dikelolanya.

Tidak! Sekali-kali janganlah kita tiru pebisnis semacam itu. Kita adalah seorang muslim yang wajib menjaga prinsip-prinsip Islam dalam seluruh aspek kehidupan kita.

Selasa, 22 Maret 2011

Dimanakah Kepedulian Kita?

Segala puji bagi Allah, Rabb yang telah menetapkan takdir segala makhluk lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi pembawa cahaya, pemberi kabar gembira dan peringatan, seorang da'i yang mengajak umatnya untuk mengabdi kepada Allah semata dengan hati dan segenap anggota badan mereka. Amma ba'du.
 
Saudaraku, .. deraan musibah masih terasa menyisakan kepedihan di hati saudara-saudara kita yang tertimpa bencana letusan Gunung Merapi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Rumah-rumah yang hancur, ternak yang musnah, sanak saudara yang hilang dan meninggal, kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak menentu. Itu semua menyisakan bongkahan-bongkahan keputus-asaan dan mempertipis harapan. Belum lagi, ketika musibah yang menimpa jasad ini diperparah dengan musibah yang menimpa hati dan aqidah mereka, berupa upaya untuk mencari keselamatan dan menolak bala yang menyimpang dari syari'at, munculnya ritual-ritual kemusyrikan,

Senin, 21 Maret 2011

Goresan Pesan Untuk Pembela Kebenaran

Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah. Amma ba’du.

Istilah dakwah salafiyah sudah tidak asing lagi di telinga kita. Suka atau tidak suka semua kelompok -kecuali Syi’ah dan bala tentaranya- pada akhirnya tentu akan sepakat jika kita ajak untuk mengikuti para sahabat secara umum, walaupun dalam prakteknya mereka banyak menyelisihi generasi terbaik tersebut. Mereka -secara umum- bahkan mengklaim apa yang mereka yakini sebagai pemahaman para Sahabat, walaupun klaim mereka tidak dilandasi dengan bukti yang memadai. Yang memprihatinkan adalah, tatkala terbukti secara ilmiah bahwa apa yang mereka yakini atau amalkan ternyata bertentangan dengan pemahaman Sahabat mulailah muncul sikap permusuhan dan aksi penolakan. Terkadang penolakan itu sekedar dipendam di dalam hati, terkadang diucapkan dengan lisan, dan tidak jarang berakhir dengan peperangan, Allahul musta’an…

Saudaraku, sesungguhnya penisbatan kepada salafus shalih adalah penisbatan yang mulia dan terpuji, bukan perkara yang tercela sama sekali. Hal itu berulang kali kita dengar dari nukilan para ulama, di antaranya Syaikhul Islam Abul Abbas al-Harrani rahimahullah. Namun, yang menjadi persoalan sekarang ini adalah tatkala penisbatan ini dirancukan dengan sikap golongan atau kelompok tertentu yang mempersempit makna salafiyah. Kita memang tidak ingin memasukkan perusak dakwah ke dalam jajaran Salafi. Demikian pula sebaliknya. Kita juga tidak ingin menjatuhkan orang-orang yang masih bisa diperhitungkan perannya dalam dakwah yang agung ini dari kedudukan yang semestinya.

Oleh sebab itu wahai saudaraku, sudah semestinya kita bisa bersikap bijak dan adil dalam menilai dan bersikap, baik kepada diri kita sendiri ataupun kepada orang lain; yang mungkin kita anggap berseberangan dengan kita dalam banyak hal. Perhatikanlah bagaimana para Sahabat -teladan kita semua- dalam menilai diri mereka sendiri dan dalam memposisikan orang lain sebagaimana mestinya. Kita masih ingat, penuturan Ibnu Abi Mulaikah yang sangat masyhur dan dikutip oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, “Aku telah bertemu dengan tiga puluh orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ternyata mereka semuanya khawatir dirinya terjangkit kemunafikan.” Ini adalah salah satu bukti kerendahan hati para Sahabat bersama dengan segala kebesaran yang mereka miliki.